
SASARAINAFM.COM,
MUNTEI-Turuk (Tari) tradisional Mentawai memiliki keunikan budaya tersendiri
bagi masyarakat Mentawai, dimana tari tradisional Mentawai tidak hanya sekedar
tari biasa, namun memiliki nilai
sakralitas yang lebih dalam.
Gerakan
Turuk laggai pada umumnya menyerupai perilaku binatang yang ada di Kepulauan
Mentawai yang dijuluki Bumi Sikerei ini, misalnya uliat manyang (prilaku elang)
saat terbang mengintai mangsa, begitu juga uliat turugou-gou' (tari ruak-ruak),
uliat bilou (Prilaku monyet) dan gerakan binatang lainnya..
Yosep
Sagari selaku koordinator sanggar budaya di Kecamatan Siberut Selatan, kapada sasarainafm.com
mengatakan turuk laggai yang digunakan untuk ritual pengobatan tidak boleh
dipertontonkan, karena hal tersebut merupakan pantangan yang tidak boleh
dilanggar. Ia menyebutkan sedikitnya terdapat 15 uliat yang biasanya digunakan
Sikerei.
"Turuk
laggai untuk ritual pengobatan tidak boleh dipertontonkan, kecuali turuk laggai
yang bukan digunakan untuk ritual, namun setelah atraksi turuk itu kami selalu
mengumpulkan atribut daunan yang digunakan para peserta turuk, kemudian daunan
itu kita letakkan di tempat yang sejuk, tidak sembarangan dibuang takutnya
terjadi hal yang tidak kita inginkan, " kata Yosep yang sekaligus menjadi
juri lomba Turuk Laggai pada Festival Pesona Mentawai, Jumat (02/11)..
Sementara
lomba turuk laggai pada Festival Pesona Mentawai Tahun 2018 di Desa Muntei,
kata Yosep merupakan turuk biasa yang boleh dipertontonkan, karena sifatnya
bukanlah ritual.
"Penilaiannya
seperti biasa yaitu kekompakan tim, kemudian keserasian atribut yang digunakan,
kemudian nyanyian yang digunakan sesuai dengan uliat apa yang dibawakan, "
terangnya.
Sedikitnya
150 orang yang ikut serta dalam perlombaan turuk laggai yang terdiri dari 10
tim peserta dewasa dan 6 tim peserta remaja dengan jumlah masing-masing tim
beragam ada yang 5 orang sampai 15 orang dalam satu tim. (Red)