Bupati Mentawai Yudas Sabaggalet saat menyerahkan 4 Perbup kepada masyarakat adat Mentawai di Tuapeijat |
“Maksud kita adalah, bagaimana proses pemberdayaan masyarakat itu berjalan berdasarkan Uma, ini adalah Uma atau komunitas masyakat, jadi ini bukan rumah, beda dia, karena ini komunitas maka akan terjadi interaksi dunia luar, akan terjadi proses kehidupan mereka disitu secara sosial,” kata Yudas, Senin, (30/9) saat ditanya media.
Selanjutnya untuk memudahkan hal ini akan diatur oleh Rimata Uma, atau perkumpulan Uma, Yudas menyebutkan penyerahan usulan keempat Uma ini sudah sejak lama, namun baru saat ibu mendapat tanggapan dari Pemerintah.
“Ini agak lama karena butuh proses, kita selidiki dulu, dan sebagainya,’ ungkap Yudas
Selain itu itu, saat ini masih ada 9 usulan lagi yang belum di akui, karena kata Yudas mesti perlu proses untuk pengakuan Uma.
“Hari ini kita serahkan Perbup nya, karena dulu memang sudah ada Peraturan daerahnya (Perda), setelah diproses Perda, setelah ada Perda, kemudian diproses lagi oleh Dewan setelah itu diminta persetujuan, lalu Bupati memproses, sehingga muncul Perbub, namun tidak berhenti sampai disini, masih banyak proses lainnya yang kita lakukan, sehingga tertata Uma ini,” kata Yudas.
Tak hanya itu, Yudas juga menuntut adanya adanya aturan dalam sebuah Uma mengenai hak-hak anggota Uma seperti Punubuak (ponakan dari pihak perempuan) dalam sebuah Uma apa-apa saja haknya, menurutnya Punubuak atau ponakan, tidak bisa mengatur yang tertua atau menjual harta tau warisan, sebab yang paling berhak dalm Uma di Mentawai adalah pihak laki-laki atau keturanan patrilineal.
“Punubuak seperti apa haknya, sinappit (asuh) seperti apa haknya, jangan sampai Punubuak lebih menentukan dari pada orang tua, ini penting, kalau kita bawak adat Mentawai,” ungkapnya.
Ia menyebutkan dalam sebuah Uma jangan terpengaruh dengan luar, meski berbagai ragam suku, agama dan budaya, menurutnya perbedaan itulah, adat itulah yang mebuat Mentawai kuat.
Ia juga menekankan yang bahwa yang paling penting dalam adalah struktur dalm Uma tersebut, menurut Yudas hal ini perlu kerja keras, terutama kepada Rimata atau Sikebbukat Uma (Kepala Suku), “Ini perlu kerja keras, klen atau satu kesatuan sosial, ini tidak hanya sebatas pengakuan saja, seperti apa, jangan-jangan datang anggota baru dalam uma tidak loyal dia kepada Rimata, dia bikin lagi Uma baru,” katanya.
Yudas juga mencontohkan cerita Pagetasabbau dimana Uma dulu terpecah karena adanya persoalan yang harus dindari jangan sampai itu terjadi. “Struktur harus kuat, kalau tidak harta benda sebuah Uma jatuh ketangan orang lain, kalau tidak kuat hukumnya, kalau tidak kuat adatnya,” katanya.
Sementara salah satu Rimata Uma Saureinuk, Kristian Taikatubut Oinan, mengatakan ucapan terima kasih kepada pihak Pemerintah yang telah membantu dan berupayah untuk merespon usulan Uma yang sudah lama dan butuh proses.
“Kami sebagai yang di tuakan di komunitas sebagai pimpinan atau Rimata, kami sangat berterima kasih, kepada pihak Pemintah setempat yang sudah mendengarkan kita dalam hal penangan proses. Apaun yang terjadi misalnya di Kepulaun Mentawai ini, salah satu contoh mengenai hak-hak kita, kemudian tergusurnya budaya itu, kemudian kita coba kembalikan, paling tidak kita mengahrgai hal itu,” katanya.
Ia juga menyebutkan untuk rencana kedepan mengenai Uma Saureinuk, ia menjelaskan bahwa ubtuk saat ini belum terprogram atau tersusun secara rinci, namun pastinya rencan Uma Saureinuk pasti akan ada, “ kamipun atas nama pimpinan tidak segampang itu, seperti mau memgang satu amanah lah, artinya pasti tidak segampang apa yang kita harapkan atau rencanakan, apakh di kalangan masyarakat, sekitar kita atau elemn-elemen di Desa, jadi untuk saat ini kita belum bisa menjadwalkan hari ini, tapi programnya pasti ada,” ungkapnya. (Suntoro)