Iklan

Kejari Mentawai Sosialisasi Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Di LPPL Radio Sasaraina

Rabu, 11 November 2020, November 11, 2020 WIB Last Updated 2020-11-11T03:09:12Z
Sosialissi Penghentian Penuntutan Berdasarkan
Keadilan Restoratif

Sasarainafm.com - Kejaksaan negeri Mentawai melakukan sosialisasi terkait penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang termaktub dalam peraturan Kejaksaan RI nomor 15 tahun 2020 di LPPL radio Sasaraina.

Pada kesempatan itu, Kasi Intelijen Kejari Mentawai, Hendrio suherman menjelaskan bahwa penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap perkara pidana, melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, serta pihak terkait seperti tokoh masyarakat untuk bersama-sama mencari penyelesaian / solusi yang adil dengan menekankan pemulihan dan mengembalikan keadaan seperti semula dan bukan untuk pembalasan.

Munculnya peraturan ini dilatarbelakangi oleh perkara yang sebenarnya bisa diselesaikan secara musyawarah dan dilakukan demi hukum.

Namun demikian, ada batasan atau syarat penerapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, diantaranya, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana kejahatan, ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun, dan pengembalian kerugian tidak lebih dari Rp,2,5 juta.

"Jadi, pidana itu merupakan upaya terakhir pada restorative justice. Ada proses dan tahapan-tahapan yang mesti dilalui agar kasus perkara pidana dihentikan tuntutannya," tutur Alex Parlinggoman Hutauruk, Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Mentawai saat live talkshow Musaraina, senin (9/11/2020).

Lebih lanjut Alex memaparkan bahwa 

penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice dapat dilakukan jika tahapan prosesnya belum sampai pada pelimpahan perkara ke pengadilan atau persidangan. 

Kemudian, Jaksa selaku penuntut umum diberi kewenangan untuk menyelenggarakan tahapan penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice.

Jika kedua belah pihak sepakat untuk berdamai maka perkara tidak dilanjutkan. Jika tidak, maka perkara tetap dilanjutkan. 

Alex menerangkan rangkaian proses 

penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice yaitu, adanya perdamaian. Kebijakan keadilan restoratif dimulai saat penyerahan barang bukti, tersangka ditemukan, dan berkas perkara sudah diserahkan pihak Kepolisian ke Kejaksaan (sudah tahap II).

Selanjutnya pada tahap II diberi batas waktu 14 hari untuk mediasi dalam restorative justice. 

Jika berdamai, akan tetap melalui proses, berita acaranya dan masing-masing surat pernyataan dibuat

di hadapan Jaksa penuntut umum terkait pertimbangannya. Kemudian disampaikan kepada Kepala Kejaksaan negeri. Selanjutnya, Kajari melanjutkan ke Kepala kejaksaan tinggi. Jika menarik perhatian bisa diteruskan kepada Jaksa agung. Jika setuju, maka akan dibuat surat penghentian penutupan perkara.

Sementara, jika lewat 14 hari limit waktu penyelesaian perkara tidak terpenuhi solusi atau permintaan korban, maka perkara dinaikkan ke persidangan.

"Selama 14 hari limit waktu yang diberikan, Jaksa mengundang semua pihak untuk mediasi," imbuh Alex.

Diketahui, sejak juli hingga oktober 2020, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif

sudah ada 93 perkara se Indonesia, se Sumbar baru enam kasus yang selesai, sementara di Kabupaten Kepulauan Mentawai belum ada.

(KS)

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Kejari Mentawai Sosialisasi Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Di LPPL Radio Sasaraina

Terkini

iklan2

Iklan