SASARAINAFM.COM,
TUAPEJAT - Bupati Kabupaten Kepulauan Mentawai, ajak peserta Worshop Bahan Ajar
Muatan Lokal untuk menulis, terutama mengenai Budaya Mentawai.
“Saya
harap ibu Tarida sudah mulai menulis, tulis saja baik di media lokal atau di majalah - majalah lain, untuk di
Pemerintah Daerah ada Majalah Sasaraina,
baik pak Efhorus siapa saja boleh menulis, tulis saja tentang Budaya, biar
berproses dia”. Kata Yudas pada kegiatan Workshop Bahan Muatan Lokal Tingkat
SMP Kabupaten Kepulauan Mentawai, di Tuapejat, Senin (24/9)..
Tak
hanya itu kepada guru - guru yang ikut berpartisipasi tentang Budaya Mentawai
boleh menulis, apapun tentang budaya Mentawai bisa menulis, yang terpenting
berproses, karena menurut Yudas, budaya itu adalah cara hidup yang bekembang
yang dimiliki oleh semua kelompok orang serta diwariskan dari generasi ke
generasi.
“Cara
hidup, berarti tidak lepas dari kehidupan mau kemari mau kemana tidak lepas,
karena dia cara hidup, kalau orang Mentawai memakai budaya orang lain sama dia
menggantung diri tidak punya pijakan, tetapi bergantung dia”. pungkasnya.
Sementara
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kepulauan Mentawai, Sermon Sakerebau menyampaikan
penerapan Budaya Lokal atau Budaya Mentawai di dunia pendidikan perlu
ditingkatkan, karena menurutnya selama ini budaya Mentawai sudah mulai hilang.
“Kenapa
pendidikan kebudayaan Mentawai ini, kenapa bukan pendidikan lain yang kita
harapkan di dunia Sekolah, karena menurut kami pada saat ini masyarakat kita
budaya Mentawai sudah mulai pudar, setelah pudar samar - samar lalu hilang,
kita ambil contoh dari sisi bahasa Mentawai yang mulai hilang, itulah
pentingnya budaya Mentawai perlu ditingkatkan”. ujar dia
Sermon
menjelaskan bahasa yang dulunya sering digunakan sebagai sapaan kini mulai hilang,
ia mencontohkan panggilan bajak atau meinan, sudah mulai diganti dengan bahasa
Indonesia o’om atau tante, juga panggilan kebbu dengan abang, hal ini menurut
dia perlu diluruskan untuk generasi muda kedepan.
Tak
hanya itu, kata Sermon Titiboat atau
cerita rakyat Mentawai, perlu
dikembangkan kepada anak - anak, dimana Titiboat sudah mulai hilang dan zaman
sekarang orang tua lebih suka menonton cerita di TV bersama anak - anaknya.
“Titiboat
ini harus dipertahankan juga, bagaimana munculnya Teteu, tatoga siburuk atau
anak anak dulu tahu tentang itu. Anak - anak sekarang saya yakin tidak mengerti
lagi tentang itu”. ujarnya..
Lebih
lanjut dikatakan Sermon, nenek moyang orang Mentawai dulu, kalau ditanam
Katsaila, berarti didalam Uma atau Suku tersebut ada Pesta atau Punen, kalau
sudah ditanam Katsaila, orang - tidak bisa lagi lalu - lalang di dalam Uma
tersebut, artinya Punen sedang berlangsung.
“Nilai
- nilai seperti ini perlu diangkat dan akan menjadi Bahan Ajar untuk diajarkan
kepada anak - anak didik kita. Saya pikir kita belum terlambat untuk membahas
hal ini, itulah yang melatar belakangi budaya ini kita ajarkan ke tingkat
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Kalau ini kita ajarkan kepada orang tua
kita saya rasa ini mubajir, namun kita ajarkan kepada generasi muda kita,
seterusnya bisa mereka kembangkan dalam kehidupan mereka”. tutupnya.
Peserta
yang mengikuti Workshop tersebut dari guru - guru SMP kabupaten Kepulauan
Mentawai sebanyak 20 orang. (Suntoro)