SASARAINAFM.COM, TUAPEJAT – Erda, begitu begitu sapaan akrab Erdawati wanita kelahiran Sioban, 24 juli 1984, ia merupakan salah satu Pegawai Kontrak di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai, ia bekerja di Instansi Layanan
Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Mentawai, Km 7, Sipora Utara, meski bekerja
sebagai PH, ia ingin sekali membuka lapangan kerja dengan membatik khas
Mentawai.
Seperti yang kita tahu bahwa
belum ada satupun batik hasil buatan Mentawai, untuk itu Erda berniat
mengembangkan ilmu yang ia peroleh selama pelatihan di Balai Pelatihan membatik
di Padang. Meski gambar yang dihasilkan masih sederhana namun ia bercita – cita
untuk meningkatkan cara membatiknya.
“Sebelumnya kan kita ada
pelatihan di Balai Pelatihan Padang, waktu itu kita 70 orang seluruh kabupaten Kepulauan
Mentawai selama 18 hari, jadi kami posisinya diajarkan cara membuat batik
tulis, batik cap, dan batik kontenporer”. Kata Erda kepada Sasaraina, pada
Senin (27/8/2018).
Erda menjelaskan tahap-tahap
membatik khas Mentawai, sedikitnya ada beberapa tahap membuat batik, belum
termasuk proses penjemuran hingga kering. Proses pertama diawali dengan
lengreng atau mencanting. Mencanting adalah tahap menggambar sketsa. Sketsa
digambar pada kain putih menggunakan pensil atau alat tulis halus lain.
Fungsinya hanya untuk membuat garis pandu dan menampilkan sekilas motif kain.
Setelah lengreng atau pencanntingan, dilanjutkan dengan proses pemberian warna.
“Kalau saya ini bikin batik
tulis, tapi kalau ada pencetak capnya, itu lebih mudah lagi dalam pembuatan batik
motif Mentawai, karena tinggal cap saja sketsanya sudah ada, kemudian dikunci
dengan waterglass biar tidak luntur dia, setelah dikunci dengan waterglass
didiamkan satu malam, setelah itu besoknya baru dicuci menggunakan air dengan
soda guna menghilangkan lilinnya gitu”. Katanya.
Lebih lanjut ia sampaikan, kalau
untuk kontenporer itu perpaduan antara batik tulis dan cap. Namun disebutnya
saat ini menjadi kendala kelompoknya adalah tempat untuk membuat batik Mentawai
belum ada. Saat ini ia membuat batik tulis bersama kelompoknya di kawasan
Sipora II, bersama teman – temannya saat ini masih menompang di Balai lama Desa
Sidomakmur, ia juga mengumpulkan yuran bersama kelompoknya untuk membeli
keperluan lainnya.
Saat ditanya mengenai motif yang
akan dibuat dalam batik Mentawai tersebut ia mengaku tidak hobby melukis namun
untuk membuat batik tentu sangat diwajibkan dan mahir melukis, baik membuat
gambar bunga anggrek Mentawai, tato sikerei, jarai, gambar kura – kura, gambar
monyet atapun gambar lainnya.
“Sebenarbya saya tidak pintar
melukis, tetapi gimana lagi sementara kita membuat batik harus bisa melukis,
makanya saya mau mencoba untuk merekrut teman – teman atau adak- adek yang bisa
melukis, agar nanti bisa menghsailkan gambar batik yang bermotif Mentawai itu
bagus”. Tuturnya.
Ia berharap kegiatannya sebagai
pembatik tidak sia – sia dan tidak hanya sekedar sementara namun berkelanjutan,
sehingga menambah ekonomi masyarakat terutama bagi yang pengangguran. Hingga
saat ini ia memiliki 20 orang kelompok pembuat batik Mentawai, tak ada niat
lain dari Erda, ia hanya berharap untuk membuka lapangan kerja bagi kaum wanita
bahkan pria yang ingin membantunya untuk menggambar atau melukis serta
memberikan ide – ide kepada kelompoknya, meki sebelumnya ia sempat mencari anggota
kelompok membatik, karena saat pelatihan di Padang yang ikut dari Sipora utara
kebanyakan anak – anak muda baru tamat SMA, dan saat ini mereka sedang
melanjut, shingga ia harus mencari anggota baru.
Kendala yang dihadapinya saat ini
bahan – bahan masih didatangkan dari luar termasuk tinta, serta biaya pembelian
barang tersebut masih belum cukup. “Kalau bahan – bahannya itu masih dari luar,
kita berharap ada dari lokal juga, terutama tinta menyangkut limbah tinta yang
dipakai memiliki zat kimiah yang sangat berbahaya bagi kesehatan, tapi kalau
lokal atau dari alam tentu sangat rama lingkungan. Untuk modal kebetulan masih
ada beberapa tinta bubuk dari padang waktu pelatihan, yang perlu kami beli
sekarng ini waterglass, itu termasuk mahal”. Ungkap erda.
Hingga saat ini ada sekitar 70an
batik sudah dibuat oleh kelompoknya, dan dijual Rp.150 ribu perhelai, dan
beberapa batik sudah laku dijual di Dinas Perindustrian Perdagangan dan
Koperasi (Perindagkop) Kabupaten Kepulauan Mentawai. Ia juga berharap dari pihak
terkait untuk tidak lepas tangan dan selalu memberikan bimbingan kepada
kelompoknya. (Suntoro)